Selasa, 29 November 2011

Analisis Jurnal Sektor Tembakau

Peranan Sektor Tembakau dan Industri Rokok dalam Perekonomian Indonesia :
Analisis Tabel I-O
Tahun 2000

Prajogo U.  Hadi dan Supena Friyatno
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jl. A. Yani No.  70 Bogor 1616

Tema atau Topik Penelitian
Peranan Tembakau terhadap Perekonomian Indonesia.

Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara pengekspor tembakau terbesar ke enam di dunia, tetapi belakangan ini muncul kontroversi terhadap komoditas tembakau tersebut karena selain memberikan pemasukan yang besar terhadap kas negara, tembakau juga memiliki sisi negative dari segi kesehatan. Untuk menangani hal tersebut pemerintah berinisiatif untuk menaikan cukai rokok agar konsumsi terhadap tembakau menurun. Berdasarkan  fenomena tersebut maka analisis ini dibuar untuk memberikan gambaran mengenai dampak dari kebijakan pemerintah itu terhadap perekonomian Indonesia. Untuk mengetahui keadaan perekonomian Indonesia dari sektor pertanian tembakau setelah pemerintah menaikan cukai rokok.

Metodologi
Metodologi yang digunakan adalah kuantitatif yang di sempurnakan dengan kualitatif. Kinerja ekonomi tembakau dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu (1) perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas pertanian tembakau; (2) perkembangan jumlah industri pengolah berikut produksi dan penyerapan tenaga kerja; dan (3) sifat konsumsi produk tembakau. Untuk analisis perkembangan digunakan metode pengukuran trend sebagaimana ditunjukan pada persamaan (1)sebagai berikut :



Dengan adanya tekanan yang makin kuat oleh gerakan anti rokok dan meluasnya kawasan bebas rokok, maka permintaan akan produk tembakau diperkirakan akan menurun yang akan menyebabkan laju pertumbuhan produksi rokok dan tembakau (β) akan mempunyai nilai negative, yang berarti menurun. sifat konsumsi produk tembakau dapat dilihat dari bentuk kurva Engel, baik untuk daerah pedesaan maupun perkotaan. Untuk itu digunakan metode grafis.
Peranan tembakau dan produk terunannya dalam penciptaan penerimaan negara dapat dilihat dari pangsa jumlah cukai rokok terhadap devisa dapat diukur dari neraca perdagangan, yaitu apakah perdagangan produk tembakau lebih banyak menciptakan atau menyerap devisa negara.

Statistik Perkebunan Tembakau 2005-2007 (Ditjen Perkebunan, 2006).
Tahun
Luas Areal (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (kg/ha)
2000
239.737
204.329
852
2001
260.738
199.103
764
2002
256.081
192.082
750
2003
256.801
200.875
782
2004
200.973
165.108
822
2005
198.212
153.470
774
2006
172.234
146.265
849
Laju (%/th)
-6,37
-5,98
0,39

Harga tembakau di pasar dunia cenderung menurun selama 8 tahun terakhir (1997-2004) dengan rata-rata 2.34 persen/tahun, padahal pada periode sebelumnya masih meningkat 3,10 persen’tahun, padahal pada periode sebelumnya masih meningkat 3,10 persen/tahun selama 1962-1986 dan 1,96 persen/tahun selama 1986-1997. Menurunnya harga tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh terjadinya kelebihan produksi karena menurunnya permintaan.
Rata-rata Konsumsi Produk Tembakau per Kapita per Minggu di Indonesia, 2006

Produk
Kota
Desa
Rataan
Rokok kretek filter (bt)
6,747
5,152
5,855
Rokok kretek tanpa filter (bt)
2,970
3,427
3,226
Rokok putih (bt)
0,696
0,636
0,663
Tembakau (g)
1,4
9,1
5,7
Total rokok (bt)
10.431
9,215
9,744



Hasil dan Analisis
Tanaman tembakau diusahakan oleh rakyat (perkebunan rakyat, PR) dan perkebunan besar negara (PBN). Tanaman ini pernah diusahakan juga oleh perkebunan besar swasta (PBS) tetapi hanya sampai dengan tahun 1983. Perkembangan luas area, produksi, dan produktivitas tembakau di Indonesia selama 2000-2006 diperlihatkan pada table di atas. Terlihat bahwa luas areal dan produksi menurun dengan rata-rata masing-masing 6,37 persen dan 5,98 persen per tahun. Lebih lambatnya laju penurunan produksi disebabkan oleh meningkatnya produktivitas rata-rata 0,39%
Produk tembakau yang dikonsumsi penduduk di Indonesia terdiri dari rokok kretek filter, rokok kretek tanpa filter, rokok pituih, dan tembakau. Sebagian besar produk tembakau yang dikonsumsi adalah rokok kretek filter.
Untuk semua jenis rokok, rata-rata jumlah konsumsi adalah 10,413 batang untuk di daerah perkotaan dan 9,251 batang di daerah perdesaan atau 9,744 batang untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Rokok kretek filter dan rokok putih lebih banyak dikonsumsi masyarakat perkotaan, sedangkan rokok kretek tanpa filter lebih banyak dikonsumsi di daerah perdesaan.
Hubungan antara konsumsi per kapita dan pendapatan rumah tangga per kapita (diproksi jumlah pengeluaran) secara grafis di sebut Kurva Engel. Hubungan tersebut untuk daerah perkotaan cenderung linier, sedangkan untuk daerah perdesaan cenderung konveks dan terjadi peningkatan tajam pada golongan pendapatan paling tinggi. Secara rata-rata, hubungan tersebut cenderung linier. Jika pendapatan terus meningkat, maka konsumsi rokok akan meningkat, terutama di perdesaan.
Sumber penerimaan Negara
Cukai hasil tembakau merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari dalam negeri. Sebagian besar penerimaan cukai berasal dari hasil tembakau (sekitar 95%).
Tembakau dan produk tembakau bukan merupakan sumber devisa negara karena impor tembakau sebagai bahan baku industri rokok dan impor produk tembakau (rokok) untuk konsumsi langsung bersifat menguras devisa negara.
Year
Ekspor
Impor
Defisit
2000
71,287
114,834
43,547
2001
91,404
139,608
48,204
2002
76,684
105,953
29,269
2003
62,874
95,190
32,316
2004
90,618
120,854
30,236
2005
117,433
179,201
61,768
2006
107,787
189,915
82,128
Laju (%/th)
6,82
7,64
8,68


Kesimpulan dan Rekomendasi
Produksi tembakau di Indonesia semakin menurun karena menurunnya luas area yang digunakan untuk menaman tembakau. Selain itu penurunan produksi tembakau di sebabkan oleh tidak adanya dukungan Pemerintah terhadap pengembangan tembakau ini. Karena peranan tembakau hanya memberikan sumbangan sekitar 7 persen terhadap penerimaan negara dari dalam negeri, sedangkan di segi Internasional lebih banyak menguras devisa negara dibanding dengan pendapatan yang diterima negara.
Pengembangan sektor tembakau dan industri rokok harus memperhatikan keseimbangan antara aspek ekonomi dan juga aspek kesehatan. Dimana saat memperhatikan aspek kesehatan Pemerintah menaikkan cukai yang tinggi untuk tembakau dan itu bisa mematikan industri rokok dan pertanian tembakau. Tetapi penentuan cukai juga tidak boleh terlalu rendah karena ditakutkan dengan harga rokok yang murah makin banyak masyarakat yang mengkonsumsi rokok. Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah jangan sampai generas muda zaman sekarang terjebak kedalam kebiasaan merokok karena dapat merusak kesehatan. Mungkin dengan cara menurunkan kandungan nikotin dan tar dalam rokok perlu dikurangi melalui penemuan varietas tembakau yang mempunyai kandungan nikotin dan tar yang rendah, sehingga antara aspek kesehatan dan juga aspek ekonomi. Dimana Pemerintah bisa memperhatikan kesehatan masyarakatnya tanpa harus mematikan pertanian tembakau dan juga industri rokok selain itu Pemerintah juga mendapatkan pendapatan negara dari dalam negeri.

Senin, 07 November 2011

Kenaikan cukai tembakau





Tembakau adalah produk pertanian yang dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya.
Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya.
Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat penghasilnya.
  • Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu
  • Tembakau Temanggung, penghasil tembakau srintil untuk sigaret
  • Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia)
  • Tembakau Besuki, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret
  • Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret
  • Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau Virginia)
  • Tembakau Kaponan (Ponorogo), penghasil tembakau untuk tingwe (tembakau jenis sompo rejep)
saat ini Kota Jember juga sebagai penghasil tembakau.
Konsumsi rokok masyarakat di Indonesia sangat besar. Bahkan saking besarnya, rokok merupakan kebutuhan nomor dua masyarakat setelah beras. Pemerintah ingin mengurangi konsumsi rokok dengan menaikkan cukai rokok secara perlahan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selain untuk membeli beras, penghasilan orang miskin di Indonesia dikeluarkan untuk membeli rokok.Untuk membeli beras, masyarakat miskin di kota menghabiskan 25,44% penghasilannya, sedangkan masyarakat desa menghabiskan 32,81%. Sementara untuk rokok, masyarakat miskin di kota mengeluarkan 7,7% dan di desa 6,3%.
Sementara itu Laksmiati A Hanafiah, dari Komnas Pengendalian Tembakau mengungkapkan sebenarnya 10-15 tahun setelah seseorang merokok akan muncul tanda-tanda efek buruk dari rokok. Rokok memang bukan satu-satunya penyebab masalah kesehatan, tapi rokok bisa menjadi faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena suatu penyakit seperti jantung dan kanker paru-paru. Maka untuk mengurangi konsumsi tembakau, pemerintah berencana akan menaikkan tarif cukai rokok.
"Cukai rokok tidak akan mematikan industri rokok. Kita akan biarkan hidup tapi kita juga akan mengontrol konsumsinya. Karena selama ini rokok adalah konsumsi terbesar kedua setelah beras. Pemerintah memang belum bisa menaikkan tarif cukai rokok dengan 'sadis' karena memikirkan dampaknya ke industri rokok seperti penyerapan tenaga kerja sektor rokok ini yang sangat besar”, papar Bambang, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu.
"Kita juga tidak ingin petani cengkeh, petani tembakau itu juga mati. Memang idealnya mungkin suatu saat kita bisa seperti di AS. Di AS industri rokoknya tumbuh, konsumsi rokok terkendali, dan cukainya sangat tinggi dan memang solusinya mereka bisa ekspor rokok. Kita memang saat ini belum bias banyak melakukan ekspor rokok, karena sebagian besar produksi rokok kita adalah rokok kretek. Jadi masih susah diekspor." , papar Bambang.
Belum lagi masalah RPP mengenai rokok. Selama ini beberapa kelompok merasa RPP mengenai tembakau bisa mematikan industri rokok serta kesejahteraan petani.Tapi sebenarnya tidak perlu takut berlebihan karena RPP ini tidak akan mampu menurunkan industri rokok.
"Industri rokok merupakan industri yang kuat, lihat saja pada tahun 1998 saat krisis moneter yang mana pendapatan rakyat menurun tapi industri rokok justru meningkat," ungkapnya. Selama ini konsumsi rokok meningkat tapi produksi tembakau menurun, hal ini karena impor tembakau yang meningkat dan paling banyak berasal dari China. Serta nasib petani tembakau di Indonesia seperti dipermainkan oleh pedagang tembakau yang bekerja sama dengan pabrik rokok. Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu di khawatirkan dari RPP ini dan tidak perlu takut berlebihan. Selain itu RPP ini dinilai juga sudah lebih 'lunak' dibandingkan dengan rancangan sebelumnya.
"Kami ingin RPP ini bersih dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, karenanya kami melakukan sosialisasi untuk menyatukan pendapat setidaknya mencari satu titik temu," ujar Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes Prof Dr Budi Sampurno, SH. Diketahui jumlah perokok di Indonesia meningkat secara cukup signifikan. Padatahun 1995 hanya adasekitar 34 juta perokok, tapi berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 diketahui bahwa sebanyak 34 persen atau sekitar 80 juta orang Indonesia merokok setiap harinya.
Kenaikan harga rokok bakal terus membayangi inflasi sepanjang tahun 2011 ini. Para pabrikan rokok diam-diam terus menaikan harga jualnya terkait kenaikan tarif cukai 2011.
Direktur Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menyatakan sejak diterapkannya kebijakan kenaikan cukai oleh pemerintah sekitar 4-10%, mulai sejak itu para produsen akan terus menaikkan harga rokok sekitar 2-4% hingga kerugian dari naiknya cukai tertutupi.
Pemerintah bakal kembali menaikkan tariff cukai rokok sebesar 12,2% tahun depan. Kenaikan tariff cukai ini dilakukan untuk membatasi produksi rokok di Indonesia, meskipun diakui kurang efektif.
"Tarif cukai hasil tembakau di 2012 dinaikkan dengan kisaran rata-rata 12,2%. Target batasan produksinya 268,4 miliar per tahun," jelas Bambang.